Perkenalkan, nama ku windi. Nama ini diberikan oleh
almarhum ayahku karena saat saya lahir suasana sekitar rumah kami angina datang
tiada henti.
Pada bulan Desember 2006 lalu, saya dan Wendi memutuskan
untuk menikah dengan harapan bisa berkumpul bersama pada akhir tahun.
Seperti saya dibesarkan oleh single parent, begitu
juga Wendy sejak kecil dibesarkan oleh ayahnya, Pandi sejak ibunya meninggal
sakit kanker payu dara. Jika Wendi dibesarkan oleh seorang ayah, saya
dibesarkan oleh seorang ibu setelah ayah saya meninggal karena kecelakaan lalu
lintas.
Merasa lama kehilangan sosok ayah membuat saya haus
kasih sayang, sedang Wendy sudah lama ingin merasakan kehadiran seorang ibu
membuat kami memutuskan nikah sebelum akhir tahun agar kami bisa merasakan
kehadiran kehadiran seorang ayah dan ibu.
Meskipun kedua keluarga kami tidak kaya, tapi kami
hidup dengan serba cukup. Tak ada debt collector yang mengejar kami karena kami
tidak memiliki utang. Dan hal ini yang membuat kami bisa merencanakan liburan
akhir tahun sekaligus merayakan hari bahagia di Vietnam.
Awal pernikahan kami terlihat berjalan normal. Ayah
mertua saya juga cukup perhatian dan memberikan kasih sayang layaknya seorang
ayah. Begitu juga ibuku, dia kelihatan begitu menyangi suami saya seperti anak
sendiri. Hal ini membuat keluarga semakin hari semakin bahagia.
Tiba salah satu hotel di Vietnam, room boy langsung
mengarahkan kami ke dua kamar yang saling terhubung atau istilah hotelnya connected
room.
Tepat pukul 7.00 sore hari, waktunya kami menyantap
hidangan makanan malam yang sengaja dipesan oleh Wendy ke pihak hotel agar
makanan malam itu bisa dilakukan dalam kamar.
Saat menyantap makan malam itu, ayah mertua dan ibu
saya terlihat begitu akrab. Dan jujur saja, saya berharap malam itu ayah mertua
bisa menjadi pasangan bunda ku.
Mungkin merasakan apa yang sedang ingin terjadi,
suami saya terlihat mencoba merayu ibuku seolah agar mau menikah dengan
ayahnya. Dan hal itu membuat saya mengizinkan suami masuk ke kamar sebelah agar
mereka bisa berbincang-bincang lebih dalam. Begitu juga saya, saya mencoba
merayu nya agar ia bersedia menikah dengan ibu. Karena jujur saya sangat takut
kehialngannya.
Entah kenapa atau ada apa saat itu, saya lupa persis
yang membuat ayah mertua saya mengajak saya ngobrol di atas ranjang yang
harusnya suami dan ayahnya tidur di atasnya. Tanpa sepatah kapun saya
menurutinya karena memang saya sudah anggap dia ayah kandung sendiri.
Dalm sikap dan tutur kata serta memperlakukan
seorang wanita, ternyata sangat berbeda suamiku. Ayah mertua saya lebih banyak
bertanya dan mendengar setiap tuturan atau curhatanku.
Malam semakin larut, suami saya terlihat sedang asik
ngobrol dengan bundaku. Dan aku pun tak berusaha untuk mengetahui apa yang
sedang mereka perbuat.
Semakin lama saya berbincang dengan ayah mertuaku,
semakin membuat ku terbuai dalam kasih sayang.
Ayah mertua saya yang dari awal telah menujukan
kasih sayangnya padaku membuat aku tak sungkan menyandarkan kepala ke dadanya
hingga hal yang tidak inginkan terjadi.
Celaka, hanya itu yang ada dalam hati ini saat
menyadari kami berdua sudah telanjang bulat. Niat mengakhiri hubungan yang tak
normal itu, namun hati ini tidak kuasa menolak karena terlanjur sayang pada
ayah mertua ku yang seumuran dengan ayah ku jika masih hidup.
Saya malu menceritakan, tapi malam itu justru aku
menyerahkan mahkota kegadisanku pada ayah mertua ku. Merasa bersalah pada
suami, bergegas membersihkan diri lalu masuk ke kamar yang telah disediakan untuk
aku dan bunda oleh suami.
Sempat dipenuhi rasa cemburu, karena ternyata ibu
yang melahirkan ku ternyata sedang bergumul dengan suamiku. Tapi gimana lagi,
mau marah aku juga sudah terlanjur dengan ayah mertuaku.
Dengan perasaan salah, saya pasrah ketika saya
menyaksikan bundaku ditindih oleh pria yang baru saja saya nikahi. Saya pun
kembali ke kamar dimana ayah mertuaku sedang tidur. Saya mengambil ujung
selimut yang menyelimutinya lalu aku masuk dan esok hari pun tiba.
Waktu serapan kami tidak membahas apa yang telah
terjadi. Kami berempat hanya diam seribu bahasa dengan sikap yang diselimut
rasa salah.
Usai serapan dari lantai dasar, kami kembali ke
kamar. Dan saya sendiri yang memberanikan diri untuk mendiskusikan yang telah
terjadi.
Kesepakatan yang kami ambil, ayah mertua saya
menikahi ibu saya. Sedan perjalanan rumah tangga saya dengan Wendy berlanjut.
Hanya saja, kami tidak tinggal serumah agar kejadian
serupa tidak terjadi lagi.
Meskipun saya dan ayah mertua sesekali mencuri
waktu, suami dan ibu yang memang sudah mengetahui pura-pura tidak tahu. Karena
setelah setahun kemudian terbongkar kalau hubungan mereka juga berlanjut.
Meskipun demikian, nama dalam kisah ini merupakan samaran. Apabila ada kesamaan dan tempat diluar yang meminta kami menulis, itu adalah kebetulan saja....