Cinta Menembus Batas Part 4

Karin melangkahkan kaki ke dalam kamar yang berukuran 5x5 meter itu. Ditangan kanannya sebuket bunga tulip warnah merah burgundy dan putih, warna kesukaan Ihsan, sementara tangan kirinya menenteng sebuah termos berukuran sedang. Dimasukkan bunga tulip itu ke dalam vas yang ada disebelah tempat tidur Ihsan. Dan diletakkan termos yang ternyata isinya bubur ayam jamur kesukaan Ihsan tersebut di sebelah vas. Sebenarnya dengan kondisi Ihsan yang sedang koma tidak memungkinkan untuk pemuda itu bisa makan bubur itu. Tetapi Karin selalu percaya bahwa suatu hari nanti Ihsan pasti bangun, dan saat bangun Karin ingin Ihsan tahu bahwa dia masih ingat kebiasaan makan Ihsan ketika sedang sakit. Meskipun tiap hari berakhir dengan dia sendiri yang memakan bubur itu, tetapi dia tetap setia membuatnya setiap hari. Perlahan ia duduk di sebelah tubuh yang masih terbaring koma diatas ranjang tersebut. Iya, tubuh yang terbaring itu adalah tubuh Ihsan. Sudah 2 minggu ini orang tua Ihsan memindahkannya dari Amerika ke Surabaya. Karin telah berjanji kepada orang tua Ihsan untuk menjaga dan merawatnya seumur hidupnya. Dia bahkan relah berhenti bekerja untuk bisa merawat dan menjaga kekasih hatinya itu setiap saat. Sebenarnya, kedua orangtua Karin agak kurang setuju dengan apa yang dilakukan anak mereka. Pertama karena mereka tidak tahu kapan Ihsan akan bangun. Kedua Karin masih sangat muda, masakan dia harus mengorbankan masa mudanya untuk sesuatu hal yang tidak pasti. Tetapi karena Karin sangat kekeh untuk melakukan niatnya itu, maka mereka tidak bisa berbuat apa-apa. "Nak, kamu masih sangat muda. Kenapa harus berkorban seperti ini." tanya ibu karin ketika itu. "Bu, bukankah jika Ihsan, bukan.. rohnya Ihsan, ah.. atau whateverlah.. jika saat itu Ihsan tidak datang menyelamatkanku, bukankah mungkin aku sudah tidak ada di dunia ini, atau mungkin aku yang sedang terbaring koma sampai dengan saat ini, bu." Jawaban Karin itulah yang membuat orang tuanya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Memang benar, jika saat itu Karin jadi di rampok, atau diperkosa oleh orang tak dikenal itu, pastinya saat ini mungkin dialah yang terbaring koma, atau bahkan tidak ada lagi di dunia ini. Memikirkan Ihsan yang bisa menolongnya saat itu, dia sendiri bingung dan tidak percaya. Tapi toh itu benar-benar terjadi. Perlahab Karin meraih tangan yang terkulai lemah dihadapannya. Mendekatkan kebibirnya dan mengecupnya dengan lembut. "Ihsan, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku akan setia menunggu sampai Ihsan bangun. Kalaupun Ihsan tidak dapat bangun sepanjang umur Ihsan ataupun Karin, Karin akan tetap setia menunggumu." Karin mendekatkan punggung tangan Ihsan ke pipinya dan menggosokkan punggung tangan itu dengan lembut di pipinya. Setelah beberapa saat dielusnya rambut pemuda itu dengan lembut kemudin perlahan dikecupnya kening Ihsan, hidungnya kemudian bibirnya. Baru saja dia menempelkan bibirnya ke bibir pemuda itu, tiba-tiba hp Ihsan yang ada di meja tidak jauh dari ranjangnya berdering. Karin berdiri dan melangkahkan kakinya untuk kemudian mengangkat hp tersebut. "Iya tant.." Karin mendengarkan dengan seksama apa yang dibilang orang didalam telpon tersebut. "Baik tant." Setelah berbicara beberapa saat dengan orang diseberang sana, Karin menutup kembali hp dan meletakkannya ke tempatnya semula. Kembali ia menghampiri tubuh Ihsan. "Ihsan, hari ini mamimu akan datang, besok dan lusa aku tidak bisa menemanimu karena ada beberapa urusan yang harus aku lakukan. Kamu harus baik-baik disini ya." Karin duduk di depan cermin sambil memperhatikan wajahnya sendiri. Sementara Tante Elis, salah satu dari adik maminya Ihsan sedang menata gaya rambutnya. Selain gaun pengantin yang sudah dia kenakan dan make up yang melekat di wajahnya, hanya rambutnya yang belum selesai. "Kamu begitu anggun sayangku, pantas saja Ihsan begitu mencintaimu." Tante Elis terus menerus memuji Karin selama dia mendandani gadis itu. "Aku harap Ihsan akan bisa sadar secepatnya. Supaya dia bisa melihat dan menikmati kecantikanmu tiap hari." suara tante Elis bergetar menahan sedih di hatinya. "Kalian seharusnya menikah dengan kondisi yang layak. Bukan seperti ini." "Tante, tidak apa tante.. Karin sangat bahagia kok. Meski harus menikah dengan Ihsan dengan cara begini. Yang penting itu adalah Ihsan, apapun dan bagaimanapun keadaannya saya tidak masalah." Karin meraih tangan tante Elis dan menghapus air mata perempuan paru baya itu. Karin duduk dihadapan penghulu yang akan menikahkannya dengan Ihsan. Keluarga Ihsan telah mengatur semua sangat detail. Karin hanya mengikuti apa yang maminya Ihsan perintahkan. Dia bahkan tidak tahu bagaimana akad akan berlangsung sementara Ihsan dalam keadaan masih koma. Tetapi dia tidak banyak komplain dan menjalani saja apa yang disuruhkan calon ibu mertuanya itu. Hatinya bergetar ketika ibunya yang sejak tadi ada didekatnya membisikkan kedatangan Ihsan. Dia menunggu dengan berdebar, apakah mereka mendandaninya dengan baik. Apakah dia akan tetap menjadi Ihsan yang tampan dan menarik meskipun dalam kondisinya yang koma. Karin menahan nafasnya dan berusaha menguasai dirinya yang ingin rasanya melihat kedatangan calon suaminya tersebut. Karin agak tersentak ketika tiba-tiba sebuah tangan meremas pundaknya dengan lembut disaat dia begitu deg-degan menunggu calon suaminya. Perlahan dia melihat pemilik tangan itu yang sedang berdiri disampingnya dan tersenyum penuh makna padanya. Seperti melihat hantu Karin terperangah, reaksinya antara percaya dan tidak percaya. Dia melonjak berdiri, memandang lelaki dihadapannya dengan pandangan tak percaya tapi super duper bahagia. Tanpa mengingat keberadaan mereka ditengah-tengah keluarga saat itu dia memeluk erat lelaki itu. Memeluk erat dan seperti tidak akan mau melepaskan lagi. Sampai akhirnya kemudian sebuah bisikan menyadarkannya. "Apakah kamu tidak ingin kita melanjutkan acara ini." Suara Ihsan begitu merdu di telinga Karin. Karin menarik tubuhnya dan melepaskan pelukannya kepada Ihsan. Ihsan membimbing calon istrinya itu duduk. "Aku ingin menanyakan banyak hal. Tapi sepertinya aku harus menjadi istrimu dulu." Karin tersenyum bahagia. Sepertinya bukan hanya karin yang terkejut tetapi seluruh keluarga yang ada di tempat itu semua terkejut dengan sadarnya Ihsan. Mereka yang tadinya membayangkan acara yang penuh dengan haru dan kesedihan berubah menjadi bersemangat dan gembira. Yang tadinya dibayangan mereka seorang gadis cantik belia bersanding dengan seorang yang terbaring koma berubah menjadi kejutan yang luarbiasa membahagiakan. Acara akad nikah berjalan dengan lancar. Hari itu semua keluarga bergembira, bukan hanya karena pernikahan Ihsan dan Karin, tetapi karena bangunnya Ihsan dari komanya. Dan tentunya yang paling bahagia dari semua itu tentulah orang tuanya Karin. Karena mereka selama ini begitu menghawatirkan masa depan putrinya yang harus menikah dengan orang yang koma. Mereka tidak henti-hentinya berdoa untuk kesembuhan Ihsan. Dan mereka mendapat jawaban doa mereka tepat dihari pernikahan putrinya. "Sejak kapan sebenarnya kamu bangun?" Karin membuka pertanyaan saat mereka memasuki kamar Ihsan yang sudah didekor begitu manis dengan warna-warna burgundy. "Kapan aku bangun tidak lagi penting. Yang terpenting aku sudah sah memilikimu." Ihsan memeluk erat Karin dan mengecup keningnya. Adegan selanjutnya tentulah sudah bisa ditebak.....
Jonny Richards

Templateify is a site where you find unique and professional blogger templates, Improve your blog now for free.

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post

Terkini