Menjadi seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) bisa
dikatakan ngeri-ngeri sedap. Bagaimana tidak, meskipun bisa meraup uang Rp 3
juta per hari namun ancaman selalu menghantui. Salah satu ancaman nyata adalah
penyakit HIV yang katanya hingga saat ini belum ditemukan obatnya.

Intan dibanding PSK lain jauh lebih menarik. Selain
cantik, ia juga memiliki tubuh sintal dengan postur tubuh kurus, tinggi tapi
berisi. Meskipun tinggi, ia tidak setinggi jelangkung juga. Untuk ukuran
seorang wanita, Intan bisa dikatakan diatas rata-rata. Dan hal ini yang membuat
Intan menjadi primadona di tempat ia bekerja sebagai Penjual Cinta (PC).
Seolah tak percaya, saya penasaran dan meminta sang
Mami alias germo agar Intan bersedia menemani saya sambil minum bir di kafe
remang-remang dekat lokalisasi itu.
Jika ketemu di jalan atau di tempat lain. Saya bisa
memastikan Intan kemungkinan besar sedikit sombong. Namun karena kerjaan
sebagai PC, Intan manut saja saat si mami meminta menemani malam saya kala itu.
Karaoke sekitar 2 jam, sudah tak terhitung berapa
botol minuman keras jenis bir saya habiskan bersamanya. Selama karaoke, saya
diinzinkan oleh intan memeluk dan mencumbunya. Namun saat saya meminta untuk
menemani tidur di hotel, Intan menolak dengan alasan baru kenal.
Karena penasaran, akhirnya saya memberanikan diri menawar
Rp 5juta untuk sekedar menemani saya tidur tanpa bercinta alis ML (making
love). Padahal uang di saku saat itu hanya sisa Rp 3,5 juta.
Lagi dan lagi Intan menolak dengan alasan baru
kenal. Namanya juga penasaran, saya mencoba meyakinkan Intan bahwa saya tidak
ingin bercinta karena baru saja di kecewakan oleh sang istri. Berdosa pada
istri, tapi bagaimana lagi. Sudah terlanjur keluar uang untuk menelusuri dunia
malam Bekasi, dari jurus silat hingga kungfu pun keluar sekedar meyakinkan
bahwa saya sangat butuh seseorang menemani malam ku yang galau. Dan alhasil,
Intan bersedia menemani dengan catatan tunggu hingga Karaoke tempat ia bekerja
tutup.
Tiba di kamar hotel, 205 dekat salah satu pasar
Tambun, saya berpura-pura tidur sambil ngoceh layaknya orang mabuk. Inti dari
pembicaraan tidak jauh dari kekecewaan atas penghianatan sang istri. Dan, baru
sadar ternyata Intan pernah mengalami persis seperti yang saya alami (meskipun
hanya omdo belaka).
Meskipun saya sudah mengatakan akan membayar Rp
5juta. Namun selama pembicaraan saya mengatakan saya adalah orang miskin. Dan
saya bersedia membayar karena saya suka dengan sikapnya.
“Aku tidak
tau, tapi saya berharap kamu berubah. Aku tak peduli kamu miskin, aku tak
peduli kamu bajingan atau seburuk apapun hal itu. Yang aku butuh, kamu jangan
berubah seperti mala mini. Dan kalau kita jodoh, saya bisa membuka usaha untuk
kamu,” begitulah kata Intan memotong pemicaraan yang sengaja saya buat
ngawur.
Cerita Intan itu, tentu saja angina segar bagi ku.
Bagaimana tidak, akhirnya saya ada gambaran kalau dia ternyata sedang mencari
seseorang pendamping hidup.
Obrolan pun berlanjut, saya terus memancing agar ia
terus bercrita. Alhasil, dari kisahnya saya mengetahui ia pernah dikecewakan
saat usia 17 tahun sudah hamil. Bukanya bertanggungjawab, si cowok malah pergi
begitu saja meninggalkan dirinya.
Lagi lagi, kekecewaan membuat wanita memilih jalan
cepat dengan menjual cinta. Dan untungnya, Intan masih memiliki masa depan
yaitu mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk buat usaha dan keluar dari dunia
malam.
“Di kampung saya
punya mobil, dan di bank saya punya uang Rp 350 juta. Saya sebenarnya sudah
siap untuk keluar dari dunia ini. Tapi sebagai seorang wanita, saya butuh
seorang pria yang bisa mendampingi saya. Tapi kebanyakan pria tidak seperti
kamu yang mau berkata jujur. Jangan berubah, kalau kita jodoh yang penting kamu
jangan lupa hubungi saya tiap hari,” kata dia sebelum kami tidur.
Saya dilahirkan oleh seorang perempuan. Dan saya
juga punya seorang anak perempuan. Sehingga malam itu saya tidak ingin
melarutkan perasaannya dalam cinta.
Saya memutuskan untuk tidur sambil berpesan. Kalau bangun besok pagi mohon untuk tidak
membangun kan saya. Saya baru hitung, ternyata uang didompet saya tidak sampai
Rp 5juta. Tapi sekitar Rp 3juta lagi. Mohon ambil saja. Dan kalau keberatan,
karena tidak seperti yang saya janjikan, Intan boleh pulang sekarang. Tapi
kalau harus memang saya bayar segitu, tunggu besok abang bangun ke ATM.
Besok pagi sekitar jam 8.30, Intan membangunkan ku.
Ia pamit sambil memberi sebuah ciuman perpisahan.
Sekitar 5 menit berlalu, saya kembali melihat isi
dompet. Dan ternyata, ia hanya mengambil Rp 300 ribu.
Hingga saat ini Intan masih berusaha menghubungi
saya. Tapi karena saya sudah beristri, saya juga tidak mau berdosa untuk dia
dan juga untuk anak istri.
Intinya, meskipun punya banyak uang. Tapi PSK sangat
takut tidak dapat memiliki suami karena nama baik mereka sebagai PSK, mereka
sendiri sadar adalah buruk.
Semoga menjadi pelajaran untuk kita semua dalam hal
menjaga anak gadis kita.